DesainOrganisasi ; Dimensi dan Bentuk Desain Organisasi. Diposkan oleh Unknown. 1. Dimensi Desain Organisasi. Menurut Richard L. Daft (Daft, 1998, p.15), dimensi desain organisasi terdiri dari 2 tipe yaitu : A. Dimensi Struktural. yaitu dimensi yang menggambarkan karakteristik internal dari organisasi dan menciptakan suatu dasar untuk mengukur 2 Komunikasi dan Interaksi Antar Budaya. Pelajar Pancasila berkomunikasi dengan budaya yang berbeda dari dirinya secara setara dengan memperhatikan, memahami, menerima keberadaan, dan menghargai keunikan setiap budaya sebagai sebuah kekayaan perspektif sehingga terbangun kesalingpahaman dan empati terhadap sesama. 3. Tigakonseptualisasi komunikasi 1. Komunikasi sebagai tindakah satu-arah • Penyampaian pesan • Co: Seseorang bercerita mengenai suatu • Faktor sosial budaya, ekonomi dan politik yang bisa menjadi kendala terjadinya komunikasi. • Co: kesamaan bahasa, kepercayaan, adat • Dimensi psikologis ini biasa disebut dimensi internal. D komunikasiantar-budaya akan diuraikan, baik secara teoritis maupun praksis dalam konteks Indonesia, khususnya konflik etnis Dayak dan yaitu sebagai dimensi-dimensi budaya.2 Kedua, 2 Tiga dimensi budaya ini diusulkan Kim untuk mengklarifikasi istilah "budaya" yaitu: (1) level budaya kelompok sang komunikator, (2) konteks Komunikasiantar budaya, dapat dipahami sebagai perbedaan budaya dalam mempersepsi objek-objek sosial dan kejadian-kejadian. Untuk memahami dunia dan tindakan orang lain, kita harus memahami kerangka persepsinya. Dimensi evaluative ini meliputi kualitas-kualitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kebutuhan dan kesenangan. Pada Vay Tiền Nhanh Chỉ Cần Cmnd. Tak bisa dipungkiri bahwa dunia yang kita tempati telah berkembang menjadi demikian maju dan menjelma menjadi apa yang kemudian dikenal sebagai “global Village” desa dunia.Salah satu implikasinya adalah makin meningkatnya kontak-kontak komunikasi dan hubungan antar berbagai bangsa dan negara. Berbagai masalah bisa saja timbul ketika terjadi kontak antarbudaya,karena masing-masing pihak tidak mau memahami pihak lainnya, sementara kebudayaan yang berbeda serta merta juga diwarnai perbedaan dalam hal ideologi, orientasi dan gaya hidup. Menyadari kemungkinan timbulnya masalah karena perbedaan antarbudaya, yang bisa jadi bahkan mengerucut pada konflik, kekerasan, permusuhan, perpecahan, deskrimnasi, dsb.,maka dirasa makin perlu mempelajari masalah-masalah komunikasi luas lingkup permasalahannya, setidaknya terdapat 3tiga kategori kesadaran yang mendorong upaya menciptakan cara-cara untuk berhubungan dalam konteks antarbudayakesadaran internasional,kesadaran domestik atau dalam negeri,dan kesadaran pribadi. Kesadaran Internasional Sejak akhir tahun 60-an sampai sekarang, dunia seakan-akan semakin menyempit, karena orang-orang bertambah mudah untuk pergi ke tempat-tempat yang semula asing sana ia bertemu, bergaul dan bekerja sama dengan orang-orang yang mungkin berlainan sama sekali cara berpikir dan kebiasaanya. Perkembangan alat-alat perhubungan dan juga sarana komunikasi, menjadi pemicu makin meningkatnya hubungan-hubungan antarbudaya sehingga waktu,jarak dan ruang makin tak berarti. Dalam suasana yang seperti itu maka dunia seakan terdesak untuk mengupayakan tercapainya saling pengertian antar sesama umat apa yang dianggap baik oleh suatu bangsa belum tentu dinilai baik pula oleh bangsa lain yang berbeda ideologi atau falsafah bagi masyarakat kapitalis, tidaklah masuk akal bila orang yang telah bekerja keras dan memeroleh imbalan yang memang sewajarnya untuk itu, harus dibatasi akan apa yang memang menjadi haknya demi asas pemerataan seperti selalu dicanangkan dalam masyarakat sosialis. Belajar untuk mengerti pikiran dan perilaku orang-orang lain, tidak saja menjadi perhatian utama dari pemerintah suatu negara,tetapi juga lembaga-lembaga perekonomian sosial dan keagamaan, serta individu-individu yang berusaha untuk memahami dunia yang semakin kompleks. Contoh kasus di AS, sementara pengamat mencatat bahwa sebelum Perang Dunia II sebagian besar warga AS kurang memiliki perspektif tentang dunia PD II,mereka seakan terbangun dari pandangan “isolasionistik”dan mulai melihat bahwa ada masyarakat-masyarakat di luar negerinya yang sebelumnya tak saat itu, mulai menjamur tumbuhnya kursus-kursus bahasa asing. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya memahami budaya lain melalui bahasanya. Pada tahun 1950-an, beberapa ahli seperti Edward T Hall menemukan bahwa lembaga-lembaga khusus yang diadakan oleh pemerintah AS untuk memberikan informasi tentang AS ke dunia luar seperti USIS,Voice of America dan lain-lain kadang-kadang kurang mempunyai pengetahuan tentang muncul istilah The Ugly American bagi pejabat-pejabat dinas luar negeri yang dirasakan kurang terlatih, sehingga kurang kesadaran dan keterampilannya untuk menangani masalah-masalah berkaitan dengan dengan komunikasi antarbudaya KAB.Hall kemudian menyusun buku “The Silent Language” 1959 yang bisa dianggap menandakan lahirnya KAB, karena merupakan sintesis dari berbagai hal yang pokok dan mendasar dalam memahami kebudayaan dan komunikasi, persepsi-persepsi budaya tentang ruang jarak antarpribadi dan waktu, serta hubungannya dengan berbagai kesalahpahaman antarbudaya. Kesadaran Domestik Bersamaan dengan perubahan-perubahan dunia internasional,perubahan kebudayaan juga demikian pesat terjadi di dalam beberapa AS, negara yang dikenal sebagai lahirnya KAB, selama dua puluh tahun terakhir muncul kelompok-kelompok minoritas sub-budaya seperti kelompok orang hitam,Chicanos,golongan wanita,kaum homoseksual,orang miskin, yang kian hari kian garang menyuarakan pengakuan akan dengan itu,pemerintah AS mengeluarkan undang-undang dan keputusan pengadilan yang menghapuskan deskriminasi dalam fasilitas-fasilitas pemisah” yang dibangun oleh kebudayaan dominan atas dasar ketakutan, ketidaktahuan,ketidakpedulian, dan prasangka kepada kelompok lain mulai antar warga berbeda sub-budaya pun tak terelakkan yang seringkali diwarnai kegagalan karena masalah-masalah yang muncul tidak cuma berkaitan dengan perbedaan bahasa,panjang rambut, pola penggunaan waktu,pakaian, warna kulit, tetapi lebih mendalam dan kompleks karena menyangkut perbedaan nilai dan cara memandang titik inilah, maka kebutuhan untuk memahami dan berinteraksi dengan kelompok-kelompok sub-budaya demikian tadi menjadi pendorong dilakukannya studi tentang Komunikasi Antar Budaya. Di Indonesia, kebutuhan untuk studi tentang KAB kiranya merupakan hal yang tidak perlu ditunda lagi karena di Indonesia dengan banyaknya suku bangsa dengan bahasa, dialek, nilai-nilai dan falsafah pemikirannya masing-masing, tidak mustahil akan membuka kemungkinan terjadinya kesalahpaman dan bahkan sampai konflik itu,ada gejala munculnya kelompok-kelompok sub-budaya di kota-kota besar seperti kelompok kaum “homoseks”,”anak gaul” dengan “geng dan bahasa prokemnya”, menambah variasi kebudayaan di negeri kita semakin kaya. Namun dengan “variasi”ini, tentunya kemungkinan timbulnya permasalahan sosial akan meningkat pula Kesadaran Pribadi Terdapat beberapa keuntungan yang bisa didapat oleh individu secara pribadi dari studi Komunikasi Antar Budaya, di antaranya Perasaan senang dan puas dalam menemukan sesuatu yang baru, dalam hal ini kebudayaan orang lain yang belum pernah diketahui atau disadari sebelumnya. Pengetahuan tentang KAB dapat membantu untuk menghindari masalah-masalah komunikasi, misal pemahaman tentang faktor-faktor yang melatar belakangi persepsi seseorang akan menjadi pedoman dalam memperlakukan mereka. Kesempatan-kesempatan kerja yang terbuka bagi orang yang memiliki kemampuan dalam hal KAB Memberikan kesempatan untuk mempersepsikan dan memahami diri sendiri. Penjelasan Konseptual Komunikasi Antar Budaya Pengertian Komunikasi Lintas Budaya cross-cultural dan Antar Budaya inter-cultural biasanya tidak begitu istilah itu biasanya dipakai secara berganti-ganti dengan makna yang hampir sama. Meski dalam tulisan ini nantinya akan memakai kedua istilah tersebut secara bergantian,namun ada baiknya kita menelusuri nuansa perbedaan arti yang sempat muncul dalam literatur KAB. Mari kita simak beberapa definisi tentang komunikasi antarbudaya berikut ini Komunikasi antarbudaya adalah seni untuk memahami dan dipahami oleh khalayak yang memiliki kebudayaan lain Sitaram, 1970. Komunikasi bersifat budaya apabila terjadi di antara orang-orang yang berbeda kebudayaannya Rich,1974 Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan Stewart,1974 Komunikasi antarbudaya adalah proses pertukaran pikiran dan makna di antara orang-orang yang berbeda kebudayaannya Gernard Maletzke, 1976 Dari beberapa definisi yang kita petik di atas nampak sekali bahwa komunikasi antar budaya lebih menekankan aspek utama yakni komunikasi antarpribadi di antara komunikator dan komunikan yang kebudayaannya berbeda. Yang menjadi pertanyaan di sini, apakah komunikasi antarbudaya hanya terjadi ketika adanya komunikasi antara orang atau kelompok orang yang berbeda bangsanya?Pertanyaan seperti ini wajar mengemuka karena memang banyak studi komunikasi antarbudaya seolah-olah menyebutkan orang Jepang, orang Indonesia, orang Amerika Latin, dan lain-lain sebagai orang dengan satu kebudayaan yang ada dan berkembang dalam setiap bangsa itu belum tentu pemrakarsa komunikasi antarbudaya,umumnya memang memberikan gambaran bahwa setiap bangsa mempunyai satu kebudayaan yang yang mau dihomogenisasikan itu adalah konsep suku bangsa/state dengan the people. Dalam tulisan ini, konsep komunikasi antarbudaya dimaknai sebagai komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh komunikator dan komunikan yang berbeda budaya, bahkan dalam satu bangsa asumsi ini,misal, telah terjadi komunikasi antarbudaya ketika berlangsung komunikasi antarpribadi antara orang Jawa dengan orang Flores. Studi Awal tentang Komunikasi Antar Budaya Kajian awal tentang komunikasi antarbudaya dimulai oleh Asante dan kawan-kawan pada tahun kemudian dengan lahirnya International and Intercultural Communication Annual pada tahun 1983 yang dalam setiap terbitannya menampung karya-karya bertema komunikasi pertama tentang “Teori komunikasi antarbudaya” diluncurkan tahun 1983 oleh Gudykunst, disusul tahun 1988 oleh Kim dan Gudykunst, sedangkan tema metode penelitian ditulis oleh Gudykunst dan Kim tahun 1984 Edisi lain tentang komunikasi, kebudayaan, proses kerjasama antarbudaya ditulis oleh Gudykunst, Stewart dan Ting Toomy tahun 1985, komunikasi antaretnik oleh Kim tahun 1988, dan terakhir komunikasi/bahasa dan kebudayaan oleh Ting Toomy & Korzenny, tahun 1988. Pada tahun-tahun belakangan ini 1990-an dst studi-studi komunikasi antarbudaya diperluas meliputi pula studi diplomasi antarbangsa,misalnya Penelitian Komunikasi Kemanusiaan,Jurnal Komunikasi Internasional dan Relasi Antarbudaya,Jurnal Studi Tentang Orang Hitam, serta Jurnal Bahasa dan Psikologi Sosial. Di sini pertlu dicatat peran Mc Luhan sebagai orang pertama yang memberikan penekanan pada kajian komunikasi antarbudaya karena dia melihat adanya gejala makin meningkatnya hubungan dan ketergantungan gagasan McLuhan itulah kemudian lahir konsep “Tatanan Komunikasi dan Informasi Dunia Baru” yang memengaruhi perkembangan sejumlah penelitian tentang perbedaan budaya antaretnik, rasial dan golongan di semua bangsa. Konsep Komunikasi Lintas Budaya Sekarang bagaimana dengan konsep Komunikasi Lintas Budaya?Pada mulanya, studi komunikasi lintas budaya memang berangkat dari perspektif antropologi sosial dan budaya sehingga lebih bersifat depth description, yakni penggambaran yang mendalam tentang perilaku komunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu. Satu contoh studi tentang komunikasi lintas budaya,seperti dilakukan oleh William 1966 dalam Samovar dan Porter 1976, berkisar pada perbandingan perilaku komunikasi antarbudaya dengan menunjukkan persamaan dan perbedaan 1 persepsi, yaitu sifat dasar persepsi dan pengalaman persepsi, peranan lingkungan sosial dan fisik terhadap pembentukan persepsi;2 kognisi, yang terdiri unsur-unsur khusus kebudayaan, proses berpikir, bahasa dan cara berpikir;3 sosialisasi, berhubungan dengan masalah sosialisasi universal dan relativitas, tujuan-tujuan institusionalisasi; dan 4 kepribadian, misalnya tipe-tipe budaya pribadi yang mempengaruhi etos, dan tipologi karakter atau watak bangsa. Contoh studi lintas budaya yang menarik lainnya adalah seperti karya Erika Vora dan Jay dalam Asante dkk.1979. Penelitian tersebut bertujuan membandingkan pola-pola perilaku para keluarga di tiga negara India, Amerika Serikat dan Jerman Barat. Dari pemaparan di atas dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut Dilihat dari sifat kajiannya istilah komunikasi antarbudaya nampaknya lebih kompleks maknanya ketimbang komunikasi lintas budaya karena banyak kajian komunikasi antarbudaya yang mendekati objeknya melalui pendekatan kritik budaya, sedangkan komunikasi lintas budaya lebih memfokuskan diri pada upaya deskripsi perbandingan pola-pola komunikasi antarpribadi di antara peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan. Dimensi-dimensi Komunikasi Antar Budaya Ada 3 tiga dimensi yang perlu diperhatikan untuk sampai pada pemahaman tentang kebudayaan dalam konteks KAB Pertama, tingkat masyarakat kelompok budaya dari para partisipan; Kedua, konteks sosial tempat terjadinya KAB; Ketiga, saluran yang dilalui oleh pesan-pesan KAB baik yang bersifat verbal maupun nonverbal Dimensi pertama menunjukkan bahwa istilah kebudayaan telah digunakan untuk merujuk pada macam-macam tingkat lingkupan dan kompleksitas dari organisasi istilah kebudayaan mencakup beberapa pengertian sebagai berikut Kawasan-kawasan dunia, misal budaya timur, budaya barat Subkawasan-kawasan di dunia, misalnya budaya Amerika Utara, budaya Asia Tenggara. Nasonal/negara,misalnya budaya Indonesia,budaya Perancis, budaya Jepang. Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negara seperti ; budaya orang Amerika Hitam,Budaya Amerika Asia, Budaya Cina-Indonesia. Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan kategorisasi jenis kelamin, kelas sosial, coundercuklture budaya Hippis, budaya orang di penjara,budaya gelandangan, budaya kemiskinan Contoh kajian KAB dimensi pertama misalnya,komunikasi antarndividu dengan kebudayaan nasional yang berbeda wirausaha Jepang dengan wirausaha Amerika atau Indonesia atau antar individu dengan kebudayaan ras-etnik yang berbeda seperti antar pelajar penduduk asli dengan guru ada yang mempersempit lagi pengertian pada “kebudayaan individual” karena setiap orang mewujudkan latar belakang yang unik. Dimensi kedua menyangkut Konteks Sosial. Misal, konteks sosial KAB pada organisasi, bisnis, penddikan, akulturasi imigran, politik, penyesuaian pelancong/pendatang sementara, perkembangan alih teknologi/pembangunan/difusi inovasi, konsultasi terapis. Dalam dimensi ini bisa saja muncul variasi kontekstual, misalnya, komunikasi antarorang Indonesia dengan Jepang dalam suatu transaksi dagang akan berbeda dengan komunikasi antarkeduanya dalam berperan sebagai dua orang mahasiswa dari suatu universitas. Dengan demikian konteks sosial khusus tempat terjadinya KAB memberikan pada para partisipan hubungan-hubungan antarperan, ekspektasi-ekspektasi, norma-norma, dan aturan-aturan tingkah laku yang khusus. Dimensi ketiga, berkaitan dengan saluran komunikasi. Secara garis besar, saluran dapat dibagi atas Antarpribadi/orang Media massa Bersama-sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga memengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB. Misalnya,orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika akan memiliki pengalaman yang berbeda dengan keadaan apabila ia sendiri berada di sana dan melihat dengan mata kepala sendiri. Umumnya, pengalaman komunikasi antarpribadi dianggap memberikan dampak yang lebih melalui media kurang dalam feedback langsung antarpartisan dan oleh karena itu, pada pokoknya bersifat satu saluran antarpribadi tidak dapat menyaingi kekuatan saluran media dalam mencapai jumlah besar manusia sekaligus bersifat antarbudaya bila partisipan-partisipannya berbeda latar belakang budayanya. Ketiga dimensi di atas dapat digunakan secara terpisah ataupun bersamaan,dalam mengklasifikasikan fenomena komunikasi antarbudaya kita dapat menggambarkan komunikasi antara Presiden Indonesia dengan Dubes baru dari Nigeria sebagai komunikasi internasional, antarpribadi dalam konteks politik; komunikasi antara pengacara AS dari keturunan Cina dengan kliennya orang AS keturunan Puerto Rico sebagai komunikasi antarras/antaretnik dalam konteks bisnis;komunikasi imigran dari Asia di Australia sebagai komunikasi antaretnik,antarpribadi dan massa dalam konteks akulturasi. Referensi Berger & Chaffee Eds Handbook of Communication Hills,CalivorniaSage,1987 Antarbudaya Sebuah perbandingan antara Jepang – Amerika,terjemahan Hassan Shadily, CV Antarkarya, Jakarta, 1994 Gudykunst,William B.Ed “Intercultural Communication Theory “ Beverly Hills, Calivornia Sage Publications, 1983 Liliweri, Alo. Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya,Pustaka Pelajar,Yogyakarta, 2001 Mulyana, Deddy dan Rakhmat, Jalaluddin Eds.KOMUNIKASI ANTARBUDAYA Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya,PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001 Ditulis dalam Komunikasi Lintas Budaya Dari tema pokok demikian, maka perlu pengertian – pengertian operasional dari kebudayaan dan kaitannya dengan KAB. Untuk mencari kejelasan dan mengintegrasikan berbagai konseptualisasi tentang kebudayaan komunikasi antar budaya, ada 3 dimensi yang perlu diperhatikan kim. 1984 17-20. 1 Tingkat masyarakat kelompok budaya dari partisipan-partisipan komunikasi. 2 Konteks sosial tempat terjadinya KAB, 3 Saluran yang dilalui oleh pesan-pesan KAB baik yang bersifat verbal maupun nonverbal. Ad.1 Tingkat Keorganisasian Kelompok Budaya Istilah kebudayaan telah digunakan untuk menunjuk pada macam-macam tingkat lingkungan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah kebudayaan mencakup – Kawasan – kawasan di dunia, seperti budaya timur/barat. – Sub kawasan-kawasan di dunia, seperti budaya Amerika Utara/Asia Tenggara, – Nasional/Negara, seperti, Budaya Indonesia/Perancis/Jepang, – Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negara seperti budaya orang Amerika Hutam, budaya Amerika Asia, budya Cina Indonesia, – Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan kategorisasi jenis kelamin kelas sosial. Countercultures budaya Happie, budaya orang di penjara, budaya gelandangan, budaya kemiskinan. Perhatian dan minat dari ahli-ahli KAB banyak meliputi komunikasi antar individu – individu dengan kebudayaan nasional berbeda seperti wirausaha Jepang dengan wirausaha Amerika/Indonesia atau antar individu dengan kebudayaan ras-etnik berbeda seperti antar pelajar penduduk asli dengan guru pendatang. Bahkan ada yang lebih mempersempit lagi pengertian pada “kebudayaan individual” karena seperti orang mewujudkan latar belakang yang unik. Ad.2 Konteks Sosial Macam KAB dapat lagi diklasifikasi berdasarkan konteks sosial dari terjadinya. Yang biasanya termasuk dalam studi KAB – Business – Organizational – Pendidikan – Alkulturasi imigran – Politik – Penyesuaian perlancong/pendatang sementara – Perkembangan alih teknologi/pembangunan/difusi inovasi – Konsultasi terapis. Komunikasi dalam semua konteks merupakan persamaan dalam hal unsurunsur dasar dan proses komunikasi manusia transmitting, receiving, processing. Tetapi adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latar belakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi pemikiran. Penggunaan pesan-pesan verbal/nonverbal serta hubungan-hubungan antaranya. Maka variasi kontekstual, merupakan dimensi tambahan yang mempengaruhi prose-proses KAB. Misalnya Komunikasi antar orang Indonesia dan Jepang dalam suatu transaksi dagang akan berbeda dengan komunikasi antar keduanya dalam berperan sebagai dua mahasiswa dari suatu universitas. Jadi konteks sosial khusus tempat terjadinya KAB memberikan pada para partisipan hubungna-hubungan antar peran. Ekpektasi, norma-norma dan aturan-aturan tingkah laku yang khusus. Ad.3 Saluran Komunikasi Dimensi lain yang membedakan KAB ialah saluran melalui mana KAB terjadi. Secara garis besar, saluran dapat dibagi atas – Antarpribadi/interpersonal/person-person, – Media massa. Bersama –sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB. Misalnya orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika akan memilih pengalaman yang be­beda dengan keadaan apabila ia sendiri berada disana dan melihat dengan mata kepala sendiri. Umumnya, pengalaman komunikasi antar pribadi dianggap memberikan dampak yang lebih mendalam. Komunikasi melalui media kurang dalam hal feedback langsung antar partisipan dan oleh karena itu, pada pokoknyabersifat satu arah. Sebaliknya, saluran antarpribadi tidak dapat menyaingi kekuatan saluran media dalam mencapai jumlah besar manusia sekaligus melalui batas-batas kebudayaan. Tetapi dalam keduanya, proses-proses komunikasi bersifat antar budaya bila partisipan-partisipannya­berbeda latar belakang budayanya. Ketiga dimensi di atas dapat digunakan secara terpisah ataupun bersamaan, dalam mengklasifikasikan fenomena KAB khusus. Misalnya kita dapat menggambarkan komunikasi antara Presiden Indonesia dengan Dubes baru dari Nigeria sebagai komunikasi internasional, antarpribadi dalam konteks politik, komunikasi antara pengacara AS dari keturunan Cina dengan kliennya orang AS keturunan Puerto Rico sebagai komunikasi antar ras/antar etnik dalam konteks business; komunikasi immigran dari Asia di Australia sebagai komunikasi antar etnik, antarpribadi dan massa dalam konteks akulturasi migran. Maka apapun tingkat keanggotaan kelompok kontkes sosial dan saluran komunikasi, komunikasi dianggap antar budaya apabila para komunikator yang menjalin kontak dan interaksi mempunyai latar belakang pengalaman berbeda Menurut Kim sebagaimana dikutip Lusiana Lubis, bahwa dari tema-tema pembicaraan tentang komunikasi antarbudaya, ada tiga dimensi yang perlu diperhatikan, sehingga terlihat jelas berbagai konseptualisasi tentang kebudayaan komunikasi dan integritas komunikasi. a. Tingkat masyarakat kelompok budaya dari partisipan komunikasi. Istilah kebudayaan telah digunakan untuk merujuk pada macam-macam tingkat lingkungan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah kebudayaan mencakup etnis, ras, dan sebagainya. Dalam hal ini, perhatian dan minat para ahli komunikasi antarbudaya banyak meliputi komunikasi antar individu-individu dengan kebudayaan nasional berbeda atau antar individu dengan kebudayaan ras etnik berbeda. Bahkan ada yang lebih mempersempit lagi pengertian pada kebudayaan individual karena seperti orang mewujudkan latar belakang yang unik. b. Konteks sosial tempat terjadinya komunikasi antarbudaya. Dalam hal ini, komunikasi antarbudaya dapat lagi diklasifikasikan berdasarkan konteks sosial dari terjadinya. Misalnya, dalam konteks bisnis, pendidikan, politik, akulturasi imigran, politik dan sebagainya. Komunikasi dalam semua konteks di atas merupakan persamaan dalam hal unsur-unsur dasar dan proses komunikasi manusia. Tetapi adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latar belakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi pemikiran. Penggunaan pesan-pesan verbal atau nonverbal serta hubungan-hubungan antaranya. Maka variasi kontekstual, merupakan dimensi tambahan yang mempengaruhi proses-proses komunikasi antarbudaya. c. Saluran yang diakui oleh pesan-pesan komunikasi antarbudaya. Saluran inilah yang membedakan komunikasi antarbudaya dengan komunikasi lainnya. Secara garis besar, saluran komunikasi ini dapat dibagi atas saluran komunikasi antarpribadi maupun media massa. Saluran melalui komunikasi antarpribadi seperti antara satu orang dengan orang lain secara langsung. Kemudian media massa, yaitu melalui radio, surat kabar, TV, film maupun majalah. Umumnya pengalaman komunikasi antarpribadi dianggap memberikan dampak yang lebih mendalam. Komunikasi melalui media kurang dalam hal feedback langsung antar partisipan karena sifatnya satu arah. Ketiga dimensi yang telah dijelaskan di atas, dapat digunakan secara terpisah ataupun bersamaan dalam mengklasifikasikan fenomena komunikas antarbudaya. Maka apapun tingkat keanggotaan kelompok sosial dan saluran komunikasi, komunikasi dianggap antarbudaya apabila para komunikator yang menjalin kontak dan interaksi berasal dari latar belakang pengalaman budaya yang C. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi Antarbudaya 1. Faktor Yang Mendukung Komunikasi Antarbudaya Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang membedakannya dari studi komunikasi lainnya, yaitu perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar antara para komunikator yang disebabkan kebudayaan yang berbeda. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang berbeda budaya maka akan berbeda pula perilaku komunikasi dan makna yang dimilikinya. Dalam perbedaan inilah diharapkan orang-orang yang berbeda budaya dapat membangun komunikasi, sehingga terjadi kesamaan makna terhadap sesuatu yang dibicarakan. Proses terjadinya komunikasi antarbudaya dapat dilihat seperti pada gambar di bawah ini. 24Lusiana Lubis, Pengantar, h. 5. xxxvi Budaya C Gambar 2. 1. Model Komunikasi Antarbudaya. Disadur dari Mulyana dan Rakhmat 200121. Pengaruh budaya atas individu dan masalah–masalah penyandian dan penyandian balik pesan terlukis pada gambar diatas. Tiga budaya diwakili dalam model ini oleh tiga bentuk geometric yang berbeda. Budaya A dan budaya B relatif serupa dan masing-masing diwakili oleh suatu segi empat yang hampir sama. Sedangkan budaya C terlihat sangat berbeda dari budaya A dan budaya B. Perbedaan yang lebih besar ini tampak pada bentuk melingkar budaya C dan jarak fisik dari budaya A dan budaya B. Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk budaya yang mempengaruhinya. Ini menunjukkan dua hal. Pertama, ada pengaruh–pengaruh lain di samping budaya yang membentuk individu. Kedua, meskipun budaya merupakan sesuatu kekuatan dominan yang mempengaruhi individu, orang–orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat-sifat yang berbeda. Penyandian dan penyandian balik pesan antarbudaya dilukiskan oleh panah-panah yang menghubungkan budaya yang berbeda. Panah-panah di atas menunjukkan pengiriman pesan dari budaya yang satu ke budaya lainnya. Ketika suatu pesan meninggalkan budaya dimana ia disandi, pesan itu mengandung makna yang dikehendaki oleh penyandi encoder. Ini ditunjukkan oleh panah yang meninggalkan suatu budaya yang mengandung pola yang sama seperti pola yang ada dalam individu penyandi. Ketika suatu pesan sampai pada budaya dimana pesan itu harus disandi balik, pesan itu mengalami suatu perubahan dalam arti pengaruh budaya penyandi balik decoder telah menjadi bagian dari makna pesan. Makna yang terkandung dalam pesan yang asli telah berubah selama fase penyandian balik dalam komunikasi antarbudaya, oleh karena perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki decoder tidak mengandung makna-makna budaya yang sama seperti yang dimiliki encoder. Model tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak ragam perbedaan budaya dalam komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya terjadi dalam banyak ragam situasi yang berkisar dari interaksi-interaksi antara orang-orang yang berbeda secara ekstrem hingga interaksi-interaksi antara orang-orang yang mempunyai budaya dominan yang sama tetapi mempunyai subkultur dan subkelompok yang Dari uraian di atas, dapatlah dipastikan bahwa pada masyarakat majemuk heterogen komunikasi antar budaya tidak dapat dihindari. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya komunikasi antarbudaya adalah persepsi di antara budaya yang berbeda-beda. Persepsi mempengaruhi berlangsungnya komunikasi antar budaya. Pemahaman akan perbedaan persepsi diperlukan jika ingin meningkatkan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain yang berbeda kebudayaan. Sebagaimana dikatakan Liliweri, bahwa semakin tinggi tingkat kesamaan persepsi individu dalam suatu kelompok maka semakin besar 25Mulyana dan Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, h. 20. kemungkinan anggota kelompok itu berkomunikasi satu sama lain sehingga mereka dapat mempertahankan Faktor lainnya adalah imitasi. Imitasi adalah suatu proses kognisi untuk melakukan tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh orang lain. Orang sukar untuk belajar bahasa tanpa mengimitasi orang lain. Bahkan tidak hanya dalam berbahasa, tetapi juga tingkah laku tertentu, seperti cara memberi hormat, cara berterima kasih, cara memberi isyarat dan sebagainya. Demikian juga cara berpakaian, adat-istiadat, dan konvensi-konvensi lainnya. Oleh sebab itu, faktor imitasi juga turut memegang peranan penting dalam kegiatan komunikasi antarbudaya. Dalam kaitan ini, seorang sosiolog Prancis, Gabriel Tarde menyebutkan bahwa semua peniru merupakan hasil langsung dari berbagai bentuk imitasi, antara lain imitasi gaya, imitasi pendidikan, imitasi kepatuhan, dan imitasi kebudayaan. Dengan cara imitasi, pandangan dan tingkah laku seseorang mewujudkan sikap-sikap, ide-ide, dan adat istiadat dari suatu keseluruhan kelompok masyarakat, dan dengan demikian pula seseorang dapat melebarkan dan meluaskan hubungan-hubungannya dengan orang Faktor lainnya adalah simpati. Sikap ini dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses identifikasi. Orang tiba-tiba merasa dirinya tertarik kepada orang lain seakan-akan dengan sendirinya, dan tertariknya itu bukan karena salah satu ciri tertentu 26Liliweri, Gatra-Gatra, h. 114. 27 Gerungan, Psikologi Sosial, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2002, h. 68. melainkan karena keseluruhan cara bertingkah laku orang tersebut. Timbulnya simpati itu merupakan proses yang sadar bagi diri manusia yang merasa simpati terhadap orang lain. Simpati menghubungkan seseorang dengan orang lain. Simpati sangat penting dalam menjalin hubungan dan komunikasi 2. Faktor Penghambat Komunikasi Antarbudaya a. Etnosentrisme Tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat, bisa menampilkan suatu corak khas yang terutama terlihat oleh orang luar yang bukan warga masyarakat yang bersangkutan. Berdasarkan corak khas tersebut, suatu kebudayaan dapat dibedakan dari kebudayaan lainnya. Corak khas yang dimaksud adalah suku bangsa etnic group yang terikat oleh kesadaran dan identitas yang juga dikuatkan oleh Etnik berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata etnichos, yang secara harfiah digunakan untuk menerangkan keberadaan kelompok penyembah berhala atau kafir. Dalam perkembangannya istilah etnik mengacu pada kelompok yang diasumsikan sebagai kelompok yang fanatik dengan idiologinya. Para ahli ilmu sosial menganalogikan kelompok etnik sebagai sekelompok penduduk yang mempunyai kesamaan sifat-sifat budaya, misalnya bahasa, adat istiadat, perilaku budaya, karakteristik budaya, serta Etnosentrisme merupakan salah satu konsep yang mempunyai kaitan erat dengan etnik. Secara sederhana, etnosentrisme dipahami sebagai kecenderungan 28Ibid. h. 74. 29Koentjaraningrat, Pengantar, h. 263. 30Liliweri, Gatra-Gatra, h. 334-335. untuk mengevaluasi nilai, kepercayaan dan perilaku dalam kultur sendiri, dan menganggap itu lebih baik, lebih logis dan lebih wajar dari pada kultur lain. Sikap etnosentrisme sering disamakan dengan sikap mempercayai sesuatu, sehingga kadang-kadang sukar sekali bagi yang bersangkutan untuk mengubahnya, walaupun dia menyadari bahwa sikapnya salah. Sikap etnosentris disosialisasikan atau diajarkan kepada anggota kelompok sosial, sadar maupun tidak sadar, serentak dengan nilai-nilai kebudayaan Menurut Matsumoto, etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat dunia hanya melalui sudut pandang budaya Berdasarkan definisi ini, etnosentrisme tidak selalu negatif. Etnosentrisme dalam hal tertentu dapat mengandung nilai-nilai yang positif. Tidak seperti anggapan umum yang mengatakan bahwa etnosentrisme merupakan sesuatu yang fungsional karena mendorong kelompok dalam perjuangan mencari kekuasaan dan kekayaan. Pada saat konflik, etnosentrisme benar-benar bermanfaat. Dengan adanya etnosentrisme, kelompok yang terlibat konflik dengan kelompok lain akan saling mendukung satu sama lain. Apa yang disampaikan Matsumoto seiring dengan pendapat Bahar yang menegaskan, bahwa apabila seluruh etnis yang berjumlah 525 yang berdiam pada struktur kebangsaan dan kenegaraan Indonesia memiliki saluran efektif untuk melakukan interaksi dengan budaya yang berbeda-beda, maka Republik Indonesia tidak akan berhadapan dengan masalah keresahan konflik antaretnis, apalagi 31Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta PT. RajaGrafindo Persada, 1997, h. 135. 32David Matsumoto, Culture and Psychology USA Cole Publishing Company, 1996, h. 147. gerakan separatis yang bermotifkan Ini artinya, bahwa Indonesia yang merupakan negara multi etnis dan multi budaya akan mampu mengeleminir konflik antaretnis jika dilakukan penyerapan terhadap aspirasi setiap etnis dengan secara adil dan merata. Kemajemukan bangsa Indonesia, sejak lama disadari memiliki potensi konflik yang besar. Kemajemukan bangsa Indonesia sangat mudah dieksploitasi menjadi sumber konflik dan sebaliknya kebhinnekaan tersebut dapat menjadi potensi kekuatan jika dikelola dengan baik. Hal inilah yang dilakukan Kolonial Belanda pada saat penjajahan terjadi. Belanda memanfaatkan perbedaan etnis dengan baik berdasarkan pengenalan yang mendalam atas masyarakat dan kerajaan-kerajaan tua yang ada pada masa lalu. Adu domba devide et impera menjadi senjata ampuh bagi mereka sehingga Belanda berhasil mengelola potensi konflik yang ada di masyarakat untuk Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa setiap kelompok etnik memiliki keterikatan etnik yang tinggi melalui sikap etnosentrisme. Etnosentris tersebut memiliki prasangka sosial yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk perilaku berkomunikasi. Seseorang cenderung memandang norma dan nilai kelompok budayanya sebagai sesuatu yang mutlak dan dapat digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap kebudayan lain. Oleh karena itulah, etnosentris dikatakan sangat berpengaruh dalam komunikasi antarbudaya, 33Safaruddin Bahar, Menjernihkan Posisi Etnis Dalam Negara Nasional. www. diunduh tanggal 20 Desember 2012. 34Sahat Marajohan Doloksaribu, “Memahami Permasalahan Indonesia Kontemporer” dalam Siciae Polites Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol. V No. 16, h. 38. misalnya meningkatkan kecendrungan untuk memilih dengan siapa kita berkomunikasi. Dengan demikian, untuk menghilangkan sikap etnosentrisme ini, setiap orang yang berkomunikasi antarbudaya setidaknya harus bersikap terbuka terhadap perbedaan nilai, kepercayaan dan sikap. Menempatkan diri pada posisi lawan bicara yang berasal dari budaya yang berbeda, bersikap spontan dan deskriptif, mengkomunikasikan sikap positif, menganggap berkomunikasi adalah kesetaraan, tetap percaya diri dan tenang dalam setiap situasi serta tidak sombong. Dalam komunikasi lintas budaya, hal-hal ini sangat penting dijaga. Dengan demikian, hambatan yang ada dalam komunikasi antarbudaya menjadi tidak ada. b. Prasangka Sosial Prasangka sosial merupakan sikap perasaan seseorang terhadap golongan tertentu, baik golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan orang yang berprasangka. Prasangka sosial yang pada awalnya hanya merupakan sikap-sikap perasaan negatif, lambat laun menjadi tindakan yang diskriminatif terhadap orang-orang yang termasuk golongan yang diprasangkai itu tanpa terdapat alasan-alasan yang objektif pada pribadi orang yang dikenai tindakan Prasangka merupakan salah satu faktor penghambat terjadinya proses komunikasi. Hal ini disebabkan karena sikap curiga dan emosi yang memaksa seseorang untuk menarik sebuah kesimpulan tanpa menggunakan pikiran dan pandangan terhadap fakta yang ada. Menurut Johnson 1986 sebagaimana dikutip Liliweri, ada beberapa penyebab terjadinya prasangka, yaitu 1. Perbedaan antar 35 Gerungan, Psikologi, h. 179. kelompok, 2. Nilai yang dimiliki kelompok lain nampaknya sangat menguasai kelompok minoritas, 3. Adanya stereotip, 4. Adanya perasaan superior kepada kelompok Prasangka memiliki pengaruh yang kuat terhadap komunikasi antaretnis. Prasangka sosial juga berhubungan dengan stereotip etnis yang merupakan seperangkat sifat yang menjadi atribut kelompok etnis tertentu dari sudut pandang etnis lain. Stereotip merupakan satu sikap yang dimiliki seseorang untuk menilai orang lain semata-mata berdasarkan pengelompokan rasa atau pengelompokan yang dimilikinya Stereotip pada umumnya mengarah kepada sikap negatif terhadap orang lain. Seperti ditegaskan Mulyana, bahwa streotipe muncul karena adanya perbedaan identitas kolektif yang terbangun dalam suatu budaya. Streotip akan semakin menguat ketika terjadi pertentangan antara dua kelompok yang berbeda. Seperti halnya tudingan antara orang kulit putih dengan kulit Jenis-jenis stereotipe mudah dijumpai dalam masyarakat majemuk. Berdasarkan sumbernya, stereotipe negatif memiliki tingkatan dari sebab pengamatan yang dangkal hingga stereotipe yang bersumber dari kebencian terhadap orang atau kelompok. Stereotipe yang rendah hanya bisa menyebabkan kesalahpahaman, namun stereotipe yang disengaja dibangun untuk kepentingan tertentu, seperti kekuasaan misalnya, bisa menyebabkan benturan hingga 36 Liliweri, Gatra-Gatra, h. 176. 37Suwardi Lubis, Komunikasi Antarbudaya; Studi Kasus Batak Toba dan Etnik Cina Medan USU Press, 1999, h. 21. 38Deddy Mulyana, Komunikasi Lintas Budaya Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2004, h. 265. kekerasan. Stereotipe biasanya merupakan referensi pertama ketika seseorang atau kelompok melihat orang atau kelompok lain. Stereotipe akhirnya merupakan penghambat potensial dalam komunikasi antarbudaya. Jika komunikasi diantara orang yang berbeda etnik didahului oleh stereotip negatif, maka komunikasi tidak akan efektif. c. Jarak sosial Jarak sosial adalah kondisi seseorang atau masyarakat yang berbeda tingkat peradabannya dengan orang lain atau masyarakat lain meskipun itu berada dalam zaman atau masa yang sama. Jarak sosial membedakan kelompok-kelompok masyarakat secara horizontal berdasarkan jarak peradabannya. Jarak sosial memasukkan faktor pemisah nonfisik, misalnya perbedaan pendidikan, penghasilan, kekayaan, pekerjaan, kebangsaan, atau agama. Dalam komunikasi antarbudaya kadang faktor sosial tersebut lebih berperan daripada pemisahan secara geografis fisik. Keluarga kaya yang bertetangga dengan keluarga miskin, misalnya, meskipun secara fisik dekat, tetapi jarak sosialnya jauh. MAKALAH KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA Disusun Oleh LUTHFIYAH SHAFIRA 07031281520157 Dosen Pembimbing Febrimarani Melinda, PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA TAHUN 2016/2017 1Page TUGAS MANDIRI I FISIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA KAMPUS INDRALAYA Mata Kuliah Jurusan / Kelas Dosen Komunikasi Antar Budaya Ilmu Komunikasi / B Dr. Fauziah Asyiek, M. Si Febrimarani Malinda, MA Jenis Tugas Tugas Mandiri Metode Review dan Analisis Tujuan Mengembangkan cara belajar dan pemahaman mahasiswa pada tingkat komunikasi antar budaya. Guna mengukur kemampuan dan ketajaman analisis mahasiswa terhadap objek kajian di dalam Komunikasi Antar Budaya. Rincian Tugas 1. Buatlah paper Komunikasi Antar Budaya yang mengandung isi tentang Ruang Lingkup KAB, Paradigma dalam KAB, serta Kajian singkat tentang Bahasa dan Budaya di Indonesia. 2. Buatlah paper pada kertas A4 dengan aturan penulisan Huruf Times New Roman, Ukuran Huruf 12, Spasi 1,5 3. Gunakan 4 buah Buku sebagai bahan refrensi, minimalisir penggunaan artikel di dalam Website, dan sertakan di dalam Daftar Pustaka pada halaman terakhir. 4. Buatlah paper sebanyak 17 lembar, yang masing-masing terdiri dari 1 lembar Halaman depan, 1 lembar Halaman Daftar Tugas Mandiri I, 13 lembar Halaman ISI terdiri atas, 5 lembar Pembahasan tentang Ruang Lingkup KAB, 4 lembar Pembahasan tentang Paradigma dalam KAB, dan 4 lembar Pembahasan tentang Kajian Bahasa dan Budaya di Indonesia, 1 lembar Halaman Kesimpulan, 1 lembar Halaman Daftar Pustaka. 5. Tugas di serahkan 5 hari setelah tugas di berikan. Paling telat pada pukul WIB di Kampus Indralaya. 6. SELAMAT MENGERJAKAN!!!!! Palembang, 19 Agustus 2016 DOSEN PENGASUH FEBRIMARANI MALINDA, MA 2Page A. RUANG LINGKUP KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA  KOMUNIKASI. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa Latin communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama di sini maksudnya adalah “sama makna”. Yang dimaksud “sama makna” adalah tujuan inti dari dibangunnya komunikasi yang baik, yaitu adanya persamaan persepsi sudut pandang dan cara berpikir pemahaman dalam setiap interaksi sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman saat berkomunikasi. Carl I. Holand berpendapat bahwa “komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang komunikator menyampaikan rangsangan biasanya lambang-lambang verbal untuk mengubah perilaku orang lain komunikati. Sedangkan, Harold Lasswell mengemukakan definisi dari komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut “who sayssiapa yang mengatakan?, what in apa yang dikatakan?, which channel melalui saluran atau media apa yang digunakan?, to whom untuk siapa pesan tersebut disampaikan?, dan terakhir with what effect bagaimana pengaruhnya?” Deddy Mulyana, 201368-69. Dari dua definisi di atas terdapat inti dari definisi komunikasi, yaitu pesan yang ingin disampaikan oleh sumber kepada penerima harus dapat diterima dengan baik dan dapat memberi pengaruh seperti yang diharapkan agar tidak muncul kesalahpahaman dalam pemahaman makna. Pada awalnya komunikasi hanya memiliki tiga unsur penting, yaitu sumber, pesan informasi, dan penerima. Namun, unsur-unsur tersebut berkembang hingga menjadi lebih banyak, antara lain sumber yang juga bisa menjadi penerima komunikan, pesan atau informasi, penerima sekaligus sumber komunikator atau komunikati, efek atau pengaruh dari komunikasi, media atau saluran yang digunakan, adanya feedback atau respon yang didapat, adanya gangguan baik dari internal maupun eksternal, dan terakhir lingkungan atau konteks dari komunikasi. Fungsi komunikasi sendiri dalam komunikasi antar budaya apabila dikaitkan dengan fungsi komunikasi menurut William I. 3Page Gorden, yaitu komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental Deddy Mulyana, 2013 5. Fungsi pertama komunikasi sosial adalah untuk membangun diri menjadi lebih baik sehingga dapat berhubungan dengan orang lain. Fungsi kedua komunikasi ekspresif membuat seseorang lebih dapat menyampaikan maksud dari perkataannya melalui ekspresi yang ditunjukkan sehingga mengurangi timbulnya kesalahpahaman. Fungsi ketiga ; komunikasi ritual biasanya dilakukan secara kolektif lewat tradisi atau kebiasaan yang sering dilakukan. Dan terakhir fungsi keempat komunikasi instrumental bertujuan untuk menginformasikan, mengubah sikap, dan juga menghibur secara garis besar dimaksudkan untuk membujuk seseorang untuk mengubah sikapnya menjadi lebih baik.  BUDAYA. Istilah budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi dan akal. Budaya merupakan suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, karena itu mereka membedakan antara budaya dengan kebudayaan. DalamKamus Besar Bahasa Indonesia 2003 169, budaya bisa diartikan sebagai; 1 pikiran, akal budi; 2 adat isitiadat; 3 sesuatu mengenai kebudyaan yang sudah berkembang beradab, maju; dan 4 sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah Djoko Widagdho, 2010. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan, adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut. Budaya berkenaan dengan kehidupan manusia karena faktor utama yang tanpa disadari telah melekat pada manusia sedari ia lahir. Budaya yang dibawanya sedari ia lahir adalah budaya yang diberikan oleh orang tuanya atau sering dikatakan adalah kebiasaan/cara yang diturunkan dari generasi ke generasi. Seperti yang dikatakan oleh Tubbs, Stewart and Moss, Sylvia dalam Rini Darmastuti, 2013 29 bahwa “culture is a way of life developed and shared by a group of people and passed down from generation to generation” yang dapat 4Page diartikan menjadi “budaya adalah sebuah cara hidup yang dikembangkan dan diberikan oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi . Budaya yang diwariskan itulah yang mempengaruhi cara hidup manusia dari bagaiamana cara bertahan hidup, cara berinteraksi, cara berkomunikasi, hingga kebiasaan yang dilakukan yang akan bercampur saat ia berinteraksi dengan orang lain yang memiliki budaya yang berbeda. Budaya memiliki unsur-unsur yang berkaitan secara langsung dengan persepsi kita saat berkomunikasi Rini Darmastuti, 2013 3335, yaitu 1. Kepercayaan, nilai, dan sikap. Unsur ini menjadi faktor utama yang mempengaruhi kita saat berkomunikasi karena dapat menjadi penghalang persamaan persepsi apabila memiliki kepercayaan, nilai, dan sikap yang berbeda dari sumber komunikator. 2. Pandangan dunia. Yang dimaksud dalam unsur ini adalah bagaimana persepsi dunia pada suatu hal dapat mempengaruhi kita berkomunikasi. 3. Organisasi sosial. Organisasi apa yang kita ikuti menjadi tempat atau lingkungan yang dapat mempengaruhi persepsi kita akan suatu hal dan dapat membentuk perilaku maupun persepsi yang baru. 4. Tabiat manusia. Unsur ini merupakan unsur yang dibawa sedari kecil yang menjadi kebiasaan dan sulit untuk diubah serta, menjadi salah satu faktor utama yang dapat menimbulkan kesalahpahaman saat berkomunikasi. 5. Orientasi kegiatan. Kegiatan yang kita lakukan seharihari juga dapat memberi pengaruh persepsi kita dalam memandang suatu hal. 6. Persepsi tentang diri dan orang lain. Unsur ini sangat dipengaruhi dari latar belakang yang kita miliki karena secara tidak langsung menanamkan stereotip dan prasangka yang sedari dulu sudah ada.  KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA. 5Page Istilah antar budaya diperkenalkan oleh Edward T. Hall pada tahun 1959 lewat bukunya yang berjudul “The Silent Languange”, tetapi Hall tidak menerangkan secara mendalam tentang pengaruh budaya terhadap proses komunikasi antar pribadi. Setelah Hall dilanjutkan oleh ahli lainnya seperti David Berlo yang menulis buku berjudul “The Process of Communication” pada tahun 1960, Berlo dalam bukunya mentikberatkan pada kajian kebudayaan dalam komunikasi antar budaya. Rini Darmastuti, 2013 58 Larry A Samovar, dkk dalam bukunya Communication between Cultures terjemahan, 2010 13 mendefinisikan tentang komunikasi antar budaya sebagai satu bentuk komunikasi yang melibatkan interaksi antara orang-orang yang persepsi budaya dan sistem simbolnya cukup berbeda dalam suatu komunikasi dalam Rini Darmastuti, 2013 63. Menurut Stewart1974, komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilainilai, adat, dan kebiasaan dalam Daryanto, 2016 207. Jadi, definisi dari komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang melibatkan komunikator partisipan yang memiliki perbedaan budaya baik dari segi bahasa, nilai-nilai, adat maupun kebiasaan, tetapi masih memiliki kesamaan latar belakang negara atau bangsa yang sama. Penekanan pada komunikasi antar budaya adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan seseorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek tertentu. Unsur-unsur dari komunikasi antar budaya adalah unsur gabungan dari unsur komunikasi dan unsur budaya, yaitu komunikatorpartisipan, pesaninformasi yang berupa bahasa 6Page verbal dan nonverbal, persepsi makna, efekpengaruh, dan budaya kepercayaan, nilai, sikap, kebiasaan.  Dimensi-dimensi komunikasi antar budaya Teori Komunikasi, 2016 209-210 1 Tingkat masyarakat kelompok budaya dari para partisipan. Dimensi ini merujuk pada berbagai tingkat kompleksitas dari organisasi sosial. 2 Konteks sosial tempat terjadinya komunikasi antar budaya. Dimensi ini merujuk pada latar belakang pengalaman atau kegiatan individu yang berbeda. 3 Saluran yang dilalui oleh pesan komunikasi anarbudaya. Dimensi ini merujuk pada saluran atau media apa yang digunakan saat berkomunikasi. Budaya dan komunikasi saling memiliki keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Karena berjalannya suatu komunikasi yang baik didukung dengan saling mengenal dan memahami budaya yang lain apabila tidak, akan muncul kesalahpahaman dan sebaliknya. Berkembangnya suatu budaya juga didukung melalui komunikasi yang benar agar pesan yang disampaikan melalui budaya lambang atau simbolik dapat tersampaikan dengan baik. B. PARADIGMA KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA Sebelum menjelaskan paradigma dari komunikasi antar budaya kita terlebih dahulu harus memahami tentang arti paradigma. Dalam bahasa inggris paradigma disebut paradigm. Paradigma berasal dari bahasa Latin, yaitu para dan deigma. Secara etimologis, para berarti di samping atau di sebelah dan deigma memiliki arti memperlihatkan yang berarti model, contoh, ideal. Tokoh yang mengembangkan istilah paradigma dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas Kuhn dalam bukunya “The Structure of Scientific Revolution”. Menurut Thomas Kuhn, paradigma adalah suatu asumsi dasar dan asumsi teoritis yang umum merupakan suatu sumber nilai sehingga menjadi sumber hukum, metode, dan penerapan ilmu yang menentukan sifat, ciri, dan karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. 7Page Menurut Muhammad Adib, dalam bukunya filsafat ilmu ia mengemukakan bahwa ada empat paradigma ilmu yang dikembangkan untuk ilmu pengetahuan, antara lain. a. Paradigma Positivisme Positivistik. Yaitu aliran yang menyatakan bahwa ilmu alam adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan memandang bahwa suatu pernyataan dikatakan ilmu pengetahuan apabila sebenarnya b. dapat dibuktikan secara empiris. Paradigma Post-Positivisme. Yaitu aliran yang memperbaiki kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan pengamatan langsung terhadap objek dan memandang bahwa suatu hal yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh c. manusia peneliti. Paradigma Critical Theory Paradigma Teori Kritis. Yaitu aliran yang masyarakat digunakan keseluruhan, untuk tidak mengkritik, hanya mengubah memahami dan menjelaskannya, dan berpengaruh terhadap perubahan sosial dalam mengubah sistem dan struktur tersebut menjadi lebih d. adil. Paradigma Konstruktivisme. Yaitu aliran yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan kita sendiri. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif dengan membuat struktur, kategori, konsep, skema, yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan. Pada komunikasi antarbudaya, paradigma lahir karena adanya kelemahan dalam penelitian komunikasi antar budaya yang dilakukan. Tulsi B. Saral pada tahun 1979 dalam Komunikasi Antarbudaya, 1996 245-246 menyebutkan lima kelemahan penelitian komunikasi antarbudaya saat itu 1. Dalam budaya barat, tekanan terlalu banyak pada penggunaan indera visual dan auditif; padahal bangsabangsa berbeda dalam mengindera stimuli. Orang Afrika Barat misalnya, kurang begitu mengandalkan indera visual; dan lebih percaya pada indera auditif. 8Page 2. Hampir semua studi komunikasi antarbudaya terbatas pada apa yang dipersepsi atau diekspresikan. Ini terjadi karena car berpikir Barat yang materilistik ingat klasifikasi Weltanschauung dari Asante menafsirkan pengalmanpengalaman mistis. 3. Penelitian juga bertumpu pada pada yang dianggap sebagai objective truth. Pandangan dunia tentang realitas tunggal menguasai asumsi-asumsi penelitian. 4. Para teorisi Barat cenderung memisahkan jiwa dari tubuh, individu dan lingkungan, kesadaran individu dari kesadaran kosmis. 5. Kebanyakan studi komunikasi didasarkan pada model linear yang mekanistis. Model ini sangat cocok untuk melukiskan komunikasi antar budaya yang holistik. Lima kelemahan di atas ditujukan kepada penelitian-penelitian terdahulu yang didominasi oleh paradigma positivistik positivisme. Oleh karena itu, muncullah paradigma baru yang membantu memperbaiki kelemahan paradigma positivistik, paradigma tersebut adalah paradigma naturalistik. Paradigma positivistik membentuk kita untuk memahami ilmu pengetahuan hanya pada sesuatu yang dapat diukur berdasarkan bilangan yang nyata. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, paradigma positivistik adalah paradigma yang mengacu pada logika-empiris atau bisa dijelaskan bahwa suatu kajian dipandang sebagai ilmu pengetahuan apabila dapat dibuktikan melalui observasi, nilai kuantifikasi, dan merumuskan generalisasi dan hasil pengamatan secara nyata. Karena konsep ini merujuk kepada konsep sosial maka, peneliti mengambangkan skala-skala pengukuran dengan variabelnya adalah sikap. Untuk komunikasi antar budaya misalnya, kita dapat mengguanakn skala world-minded attitudes dari Sampson dan Smith atau internationalism dari Free dan Cantrill. Dengan mengubah konsep menjadi variabel dijelaskan dalam apa yang lazim disebut operasionalisasi. 9Page Padahal dalam kenyataannya konsep merupakan hal yang tidak dapat diukur dan dinyatakan dengan bilangan. Konsep merupakan suatu pandangan yang hanya bisa dijelaskan dengan kalimat dan ada di pikiran kita. Dengan penjelasan yang sudah ada kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam positivistik sebuah pandangan dinyatakan ilmu pengetahuan konsep yang realistis apabila dapat dibuktikan secara kuantitatif dan logika-empiris. Padahal konsep merupakan hal yang tak memiliki batas dan tidak bisa dibatasi karena setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menanggapi suatu hal. Paradigma naturalistik adalah paradigma yang beranggapan bahwa realitas adalah hasil konstruksi kita; karena setiap orang mengkonstruksi realitas kita mengenal banyak realitas Komunikasi Antarbudaya, 1996 247. Tujuan penelitian tidak lagi hanya untuk memperoleh pengatahuan nomothetik hukum-hukum yang dapat digeneralisasikan, tetapi juga mencari dan mengembangkan pengetahuan idiografik penjelasan tentang kasus-kasus. Pengamat dan objek yang diamaati melakukan hubungan tinbal balik karena saling mempengaruhi. Paradigma naturalistik menjadi lebih relevan untuk melakukan penelitian komunikasi antar budaya karena melihat konsep tidak hanya dari sudut pandang peneliti, tetapi juga dari sudut pandang objek yang diteliti. Paradigma positivistik hanya melihat pecahan-pecahan realitas tentu saja sulit untuk melihat konteks. Penelitian paradigma naturalistik yang menempatkan proses itu menjadi satu-satunya alternatif. Tetapi dengan bergabungnya metode penelitian paradigma positivistik dan paradigma naturalistik dapat lebih efektif dalam pengujian dan pembuatan konsep melalui verifikasi dan logikaempiris hasil dari observasi yang dilakukan. Dalam beberapa buku lain paradigma dijelaskan dengan kata lain asumsi dasar. Alo Liliweri 2003 15 memberikan asumsi-asumsi dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya sebagai berikut. 10 P a g e 1. Komunikasi antar budaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan 2. komunikan. Dalam komunikasi antar budaya terkandung isi dan relasi antar 3. 4. pribadi. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar budaya bertujuan untuk mempengaruhi 5. 6. tingkat ketidakpastian. Komunikasi berpusat pada kebudayaan. Efektivitas antar budaya merupakan tujuan komunikasi. C. KAJIAN BAHASA DAN BUDAYA DI INDONESIA  BAHASA. Dalam proses komunikasi, pesan menjadi salah satu unsur atau komponen utama komunikasi. Pesan adalah rangkaian simbol yang kita gunakan dalam proses penyampaian informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Menurut Rudolph F. Verderber dalam Rini Darmastuti, 2013 6, ia berpendapat bahwa pesan merupakan seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber. Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk mewakili maksud tertentu atau sebagai perantara penyampaian pesan agar dapat dimengerti komunikan. Simbol dibagi menjadi simbol verbal dan simbol nonverbal. Simbol verbal salah satunya adalah bahasa. Bahasa hingga kini belum dijelaskan secara eksplisit siapa penemu dan kapan bahasa muncul dan digunakan di bumi ini, tetapi ada teoritikus kontemporer mengatakan bahwa bahasa adalah ekstensi dari perilaku sosial Deddy Mulyana, 2013 263. Koentjaraningrat dalam bukunya Sosiolinguistik 1985, bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Artinya, kedudukan bahasa berada pada posisi subordinat di bawah kebudayaan, tetapi sangat berkaitan. Bahasa pada intinya menjadi salah satu hal yang harus dikuasai oleh komunikan apabila ingin melakukan komunikasi agar lebih efektif saat berkomunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, bahasa memiliki arti, 11 P a g e sebagai berikut. 1 n sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri; 2 percakapan perkataan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan-santun, baik budinya. Bahasa memiliki fungsi dalam kehidupan manusia. Book mengemukakan bahasa memiliki tiga fungsi intinya, yaitu untuk mengenal dunia dan sekitar kita; untuk berhubungan dengan orang lain; dan untuk menciptakan koherensi keterkaitan dalam kehidupan kita Deddy Mulyana, 2013 267. Dari pendapat di atas tentang fungsi bahasa, pada umumnya bahasa berfungsi untuk menjadi alat penyambung komunikasi antar komunikan dengan lingkungan sekitarnya. Indonesia memiliki 200juta lebih penduduk jiwa yang tinggal di berbagai daerah di Indonesia timur hingga barat yang memiliki kekhasan dan kebudayaan yang berbeda pada setiap daerah. Dari hasil riset badan bahasa Indonesia, ada 700-an lebih bahasa yang digunakan masyarakat Indonesia dan ada beberapa bahasa yang sudah punah. Padahal dengan adanya keberagaman bahasa di Indonesia semakin menambah nilai kekayaan budaya Indonesia. Oleh karena itu, para peneliti terus mengusahakan berbagai upaya agar mengurangi tingkat kepunahan bahasa melalui revitalisasi bahasa. Salah satu bentuk revitalisasi yang dapat dilakukan adalah dengan pendokumentasian bahasa. Menurut Lewis et al., 2015 berpendapat bahwa ada dua dimensi dalam pencirian keterancaman bahasa, yaitu jumlah penutur yang menggunakan bahasanya semakin sedikit serta, jumlah dan sifat penggunaan atau fungsi penggunaan bahasa. Menurut Hinton 2011 291—293, revitalisasi bahasa adalah upaya untuk mengembalikan bahasa yang terancam punah pada tingkat penggunaan yang lebih baik dalam masyarakat setelah mengalami penurunan penggunaan. Hinton mengusulkan enam upaya nyata yang dapat dilakukan dalam mengembalikan penggunaan bahasa yang hampir punah, yaitu belajar beberapa kata seperti salam dan perkenalan atau percakapan pendek ; mengumpulkan publikasi 12 P a g e linguistik, catatan lapangan dan rekaman suara sebagai bagian dari penciptaan sumber daya berbasis masyarakat dan arsip; mengembangkan sistem tulis dan pembuatan kamus berbasis masyarakat dan tata bahasa pedagogis; membuat rekaman audio atau video dari penutur yang tersisa dengan tujuan mendokumentasikan dan mengarsipkan contoh penggunaan bahasa mereka dengan membuat korpus bahan berbagai jenis; mengikuti kelas bahasa atau kemah bahasa; dan menjalankan sekolah imersi penuh sekolah yang bahasa pengantarnya adalah bahasa yang terancam punah itu sendiri untuk anak-anak pada masyarakat yang memiliki sumber daya untuk mendukung mereka.  BUDAYA. Budaya sebenarnya muncul dari kebiasaan-kebiasaan lama yang terus dilakukan dan diwariskan dari generasi ke generasi dan menjadi sebuah tradisi. Menurut Clifford Geerzt dalam Rini Darmastuti, 2013 29, mengartikan budaya sebagai pola transmisi sejarah dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya melalui simbol-simbol yang mereka gunakan. Budaya memiliki karakteristik yang sangat berciri khas dari satu daerah dengan daerah lainnya. Karakteristik-karakteristik budaya tersebut adalah 1. Komunikasi dan Bahasa. Komunikasi dan bahasa memiliki jenis dan karakteristik yang berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya, berupa bahasa verbal atau bahasa nonverbal gerak tubuh. 2. Pakaian dan Penampilan. Cara berpakaian dan berpenampilan juga menjadi ciri khas yang berbeda dari masing-masing daerah. 3. Makanan dan Kebiasaan Makan. Makanan dan kebiasaan makan juga menjadi karakteristik yang berbeda dari daerah-daerah tertentu. 4. Waktu dan Kesadaran akan Waktu. Cara pandang orang tentang nilai relatif waktu dari masing-masing orang dan daerah. 13 P a g e Budaya juga memiliki fungsi menurut Toomey tahun 1999 dalam Rini Darmastuti, 2013 36-37, antara lain. 1. Budaya dapat memberikan makna terhadap identitas yang dianutnya. 2. Budaya dianggap mampu menciptakan inklusi sehingga orang-orang dapat membedakan mana in-group dan outgroup. 3. Budaya membentuk sikap seseorang tentang in-group dan out-group berkaitan dengan orang yang secara kultural tidak sama. 4. Budaya dianggap dapat memfasilitasi proses-proses adaptasi diantar diri, komunikasi kebudayaan, dan lingkungan yang besar. 5. Budaya dan komunikasi saling memiliki keterkaitan dan tidak terpisah karena saling mempengaruhi.  KEBERAGAMAN BAHASA DAN BUDAYA. Bahasa dan budaya memiliki saling keterkaitan dan menjadi kekayaan dari keberagaman kebudayaan bangsa. Salah satu contoh keberagaman budaya dan bahasa di Indonesia adalah di Sumatera Selatan dengan Palembang sebagai ibukota provinsi. Palembang merupakan kota yang bersejarah dan telah berusia lebih dari 1334 tahun. Awal mula sejarah kota Palembang adalah Kerajaan Sriwijaya yang berjaya sejak abad ke-9, menurut beberapa bukti sejarah kota Palembang ada sejak 17 Juni 682 Masehi. Palembang memiliki keberagaman budaya dan bahasa, antara lain. 1. Rumah adatnya dinamakan Rumah Limas Rumah Bari. 2. Pakaian khasnya disebut Kain Songket. 3. Seni musik khasnya adalah Musik Jidur dan lagunya 4. Gending Sriwijaya. Seni budaya yang khas adalah dul-muluk dan festival 5. perahu bidar. Seni tari yang terkenal adalah Tari Tanggai dan Tari Gending Sriwijaya yang biasanya ditampilkan saat acara penyambutan tamu atau acara tertentu pernikahan KESIMPULAN 14 P a g e Komunikasi adalah hubungan timbal balik antarkomunikan yang dilakukan untuk bertukar informasi melalui media tertentu yang diharapakan dapat memberi pengaruh yang diinginkan kepada komunikator partisipan. Budaya adalah tata cara kebiasaan yang sudah ada sejak lama yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan. Budaya mengiringi setiap kebiasaan seseorang dalam berkomunikasi karena budaya menjadi latar belakang yang melekat pada setiap individu yang berbeda. Sedangkan, komunikasi bisa efektif dan berhasil apabila komunikator dapat menyampaikan pesan ataupun informasi dengan baik. Komunikasi antar budaya sendiri merupakan subilmu dari ilmu sosialkomunikasi yang membedakan komunikasi antar budaya dengan subilmu komunikasi lainnya adalah adanya perbedaan latar belakang budaya yang relatif besar mempengaruhi komunikasi para komunikator. Dengan adanya perbedaan yang relatif besar inilah yang dapat menjadi faktor penghalang keberhasilan komunikasi yang berusaha dibangun oleh komunikator apabila komunikator tidak dapat memahami kebudayaan komunikator lain. Jadi, komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator yang memiliki perbedaan latar belakang kebudayaan, tetapi masih memiliki kesamaan latar belakang negara bangsa. Dengan keberagaman budaya dan bahasa di Indonesia menjadi kekayaan yang tak ternilai yang menambah nilai dari bangsa Indonesia. Tidak hanya dalam nilai non materiil, tetapi juga menambah nilai materiil suatu bangsa karena mengundang keingintahuan orang asing untuk melihat keberagaman dari budaya dan bahasa di Indonesia. 15 P a g e DAFTAR PUSTAKA A. Sumber Kepustakaan. Mulyana, Deddy. 2013. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung Rosda. Darmastuti, Rini. 2013. Mindfullness dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta Buku Litera. Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. 1996. Komunikasi Antarbudaya. Bandung Rosda. Daryanto dan Muijo Rahardjo. 2016. Teori Komunikasi. Yogyakarta Gava Media. Widagdho, Djoko. 2010. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta Bumi Aksara. Adib, Muhammad. 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakata Pustaka Pelajar. Prasetya, Joko Tri. 2009. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta Rieka Cipta. B. Sumber Internet. diakses pada tanggal 21 Agustus 2016 pukul diakses diakses pada tanggal 21 Agustus 2016 pukul diakses pada tanggal 21 Agustus 2016 pukul diakses pada tanggal 21 Agustus 2016 pukul diakses pada tanggal 21 Agustus 2016 pukul 16 P a g e

dimensi dimensi komunikasi antar budaya